Kamis, 13 Desember 2007

MUJAHIDAH versus BIDADARI

MUJAHIDAH versus BIDADARI

Tidak ingin menyinggung-nyinggun masalah tabu bernama virus merah jambu

Namun juga merasa tidak ada salahnya kalau ana berkomentar sedikit tentang seorang mujahidah yang ana dambakan.

Tidak tahu apakah ana sudah layak dapat mujahidah apa belum?

Kalau belum Ya Allah, jadikan dengan cinta-Mu aku bisa terus berproses dalam perbaikan

Sehingga bisa menyambut mujahidah yang kau hadiahkan sebagai pendamping pengembaraan hamba di jagat fana ini.

Kenapa ana tidak menggunakan kata-kata ‘bidadari.’ Afwan tapi memang ana tidak mencari seorang bidadari (yang secara terminologi ikhwah digambarkan begitu’sempurna’)

Karena insyaAllah bidadari itu adalah reward Allah yang telah dengan amat rindu menanti kita di syurga. Selain itu kata-kata bidadari -meskipun melenceng dari makna fitriyahnya- acapkali dicondongkan pada penampakan fisik. Astaghfirullah, Ya Allah jaga hati hamba sehingga tidak terperangkap di dalamnya (meski mungkin sampai sekarang ana masih sulit untuk mengacuhkan hal tersebut (fisik-red). Ini sebagaimana tulisan yang pernah ana tulis dalam sebuah lembaran buku usang binder ana, yaitu berupa do’a yang agak nyeleneh;

Ya Allah apakah salah kalau hamba-Mu ini tidak hanya mendamba penyejuk hati, namun juga penyejuk mata

Mungkin sekarang ana sering tertawa sendiri atau malah miris kalau membaca tulisan tersebut. Dan mungkin izinkan. Ya Allah hamba yang hina ini meng-edit sedikit do’a nyeleneh tersebut-menjadi seperti ini ”Ya Allah ampuni hamba kalau hamba tidak hanya mendamba penyejuk hati, namun juga penyejuk mata. Dan kuatkan hati hamba untuk mencintai, mujahidah yang kan kau kirimkan nanti, dengan hati hamba dan bukan dengan mata hamba".

Tidak ada komentar: